Senin, 20 Mei 2013

Long Distance Relationship

Oleh : Ira Novita Situmorang

Ini adalah hari pertama perkuliahan Aluna Regita dimulai, cewek semata wayang keluarga Wijaya yang terbilang kaya, biasa dipanggil Gita dengan tinggi badan 168 cm dan berat badan yang ideal. Tepatnya di Universitas Bina Bangsa Jakarta, Jurusan Arsitektur. Ada rasa deg-degan, takut, gembira dan senang. Nano-nano, semua rasa bercampur menjadi satu. Segera Gita mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari pakaian, perlengkapan kuliah dan sebagainya. Kemeja pendek yang sederhana berwarna merah muda dipadu dengan rok hitam diatas lutut sengaja untuk memperlihatkan betisnya yang putih dan mulus. Baginya memakai kemeja bukanlah style yang ketinggalan jaman, melainkan itu keren baginya.
Seperti biasanya, setiap pagi Gita mengirim sms kepada Gio Harsa Ramadayu, akrab dipanggil Gio, pacar Gita yang kuliah di Institut Teknologi Surabaya. Ya, tepatnya mereka memiliki hubungan jarak jauh. Short massage yang berisi selamat pagi dan kata-kata motivasi yang tentunya membangkitkan semangat tak perlu ditunggu balasannya karena Gita tau kalau Gio tak akan membalasnya. Hubungan mereka masih seumuran jagung dan Gita pun tak sepenuhnya mengenal sifat Gio. Namun, itulah yang dinamakan cinta. Gita telah jatuh hati pada Gio saat pertama kali bertemu di Taman Bunga. Cinta pertama sekaligus pacar pertama. Apapun yang jadi kekurangannya tidak menjadi masalah bagi Gita untuk setia dalam cinta. Gita yang tak begitu paham betul dengan yang namanya asmara sudah berani menjejakkan hatinya pada Gio yang terkenal playboy dimana-mana. Tak sulit bagi Gita, cewek supel dan ramah ini untuk akrab dengan orang-orang baru yang muncul dihidupnya. Selang dua minggu Gita telah mendapatkan teman-teman yang cantik dan baik pula. Mereka adalah Kristin, cewek rantauan dari Medan. Ningsih, keturunan Jawa Sunda yang suaranya seperti orang Batak kerasnya. Sandy, imut-imut bertubuh mungil dan Rianty, yang bodinya tergede diantara mereka semua namun dia memiliki indra keenam yang bisa mengetahui aura seseorang baik atau buruk. Menjalin persahabatan dengan mereka tak semudah membalikkan telapak tangan sebab mereka semua memiliki sifat-sifat yang berbeda dan kepribadian yang unik-unik tapi nyata. So, mereka harus dapat beradaptasi satu sama lainnnya. Tiba-tiba ruang kuliah yang semula hening dikejutkan oleh teriakan Ningsih yang mengguncang dunia.
“Woi, helo... Guys.. Aaarrrhhh !!!,” teriak Ningsih sambil berlari dari koridor kampus menuju ruang kuliah.
“Ada apa sih Ning ? Biasa aja napa,” tanya Gita.
“Iya, heboh banget,” tambah Sandy.
“Hei, hei... Kalian tau gak? Barusan aku liat mading,” kata Ningsih sambil ngos-ngosan dan nafas terengah-engah.
“Trus, madingnya bilang apa ama kamu?,” seru Rianty.
“Bego banget sih si Rianty, mading mana bisa ngomong,” cibir Ningsih.
“Cepetan dong bilang ada apa di mading?,” tanya Gita lagi tidak sabar.
“Tenang dong, ada info buat mahasiswa stambuk baru, seminggu lagi diadakan kuliah alam di Puncak Bandung, cuy!,” jawab Ningsih dengan gembiranya.
“Bah, keren juga itu, berapa lama lah itu Ning ?,” sambung Kristin.
“Tiga hari guys, untuk info lebih lanjut sekarang kita disuruh ngumpul di Aula Merdeka,” jawab Ningsih.
“Yaudah, let’s go lah,” ajak Sandy.
***
“Gila, yang bener aja deh guys,” seru Rianty dengan nada kesal.
“Haha, udah ah, sekali seumur hidup juga,” hibur Gita sambil nge-check BBnya yang udah seharian nggak ada sms masuk. Harapan Gita agar Gio segera menghubunginya sirna. Tak ada sms atau telepon yang masuk.
“Iya, tapi peralatan yang mau dibawa tuh banyak kali! Udah kayak mau pindah kost aja kita dibuatnya. Pusing aku bah!,” seru Kristin dengan khas Bataknya.
“Udah ah, bodoh amat! Nggak bakalan kubawa semuanya”, ujar Rianty dengan mulut manyunnya
Guys, duluan ya pulangnya,” ujar Gita dengan nada lemas.
“Kamu sakit, Git? Lesu amat,” tanya Sandy.
“Gak kok, cuman lagi capek aja,” jawab Gita datar.
“Okelah kalau gitu, hati-hati ya. Ingat kita semua satu kelompok buat Kuliah Alam nanti,” seru Sandy lagi.
“Oke bye,” kata Gita sambil melambaikan tangan dan segera menuju parkiran mobil.
Dalam perjalanan seperti biasanya Gita naik sedan Honda Jazz putih pemberian Papanya. Sambil nyetir sambil berhayal. Itulah kebiasaan buruknya kalau lagi galau karena Gio. Tapi jauh dalam lubuk hatinya terdapat goresan luka, seakan-akan dia berperang dengan hati dan pikirannya.
“Gio emang cowok baik, romantis juga kalau ngomong, tapi sayangnya dia cuek dan kurang perhatian sama aku. Kalau disinggung dikit aja dia langsung marah trus kata-katanya itu, aduh... sakit! Padahal kami berjauhan, walaupun dulunya dia playboy, dia kan udah janji sama aku kalau dia gak kegatelan lagi sama cewek-cewek. Huft,. Kenapa semua jadi berubah? Tuhan, kenapa sih jadi begini ? Ngapain juga dia nembak aku dulu? Huh! Sebel deh!. Hati kecil Gita berbicara berperang dengan situasi yang dia alami saat ini. Dengan tatapan kosong dia tetap menyetir hingga tak sadar bahwa didepannya ada pertigaan dan sebuah motor Tiger melaju kencang berlawanan arah hingga kecelakaan terjadi. Gita ngerem mendadak dengan cepatnya, untungnya tidak terjadi apa-apa padanya. Hanya gesekan pada plat BK mobil barunya itu. Sementara tak jauh dari mobilnya terjatuh seorang pemuda dari motornya dan berusaha berdiri sambil membersihkan tubuhnya dari debu dan tanah. Gita segera keluar dari mobilnya untuk membantu pemuda tersebut.
“Aduh, maaf ya mas,” kata Gita sambil menundukkan kepala dan dengan rasa takut bercampur cemas akan keselamatan pemuda itu
“Nggak apa-apa kok mbak,” sahut pemuda itu sambil mengambil helm yang berada disampingnya
Betapa terkejutnya pemuda itu ternyata yang menabraknya adalah teman seperkuliahnnya yang selama dia kuliah hanya Gita lah yang selalu diliriknya. Gita lebih terkejut lagi karena pemuda yang ditabraknya nggak jadi marah-marah malahan dia terpana akan ketampanan pria yang tak asing lagi sepertinya.
“Maaf ya mas, jadi buat mas dan motor mas terluka,” kata Gita lagi
“Udah nggak masalah kok. Hmm, kamu nggak kenal sama aku ya?,” tanya pemuda itu dengan yakinnya.
“Oh, ya? Apa kita pernah bertemu? Tapi sepertinya aku pernah liat kamu deh, dimana ya?”, jawab Gita sambil mengkerutkan dahi.
“Aku teman sekelas kamu loh, mahasiswa sangkin egoisnya sampai teman sekelas pun nggak dikenal,” sahut pemuda itu dengan nada kecewa
“Hahaha, bukan gitu mas, aku kan duduknya selalu paling depan, jadi aku nggak pernah perhatiin yang dibelakang,”.
No problem kok, Git,”
“Kamu tau nama aku? Nama kamu siapa?,”
“Geraldo Affandi. Panggil aja Aldo”,
“Oh, aku Aluna Regita, panggilanku emang Gita,”. Gita menyambut Aldo dengan mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
By the way, kamu mau kemana Git?”, tanya Aldo
“Mau pulang. Ya ampun, aku harus cepat Do. Sorry ya, kamu nggak kenapa kan? Biar aku pulang duluan,” pinta Gita dengan nada memohon
“Yaudah, tapi harus hati-hati ya Git,”
“Oke, bye”, kata Gita seraya pergi meninggalkan Aldo
Gita kembali kedalam mobilnya dan dengan menambah kecepatan, mobilnya melaju menjauhi Aldo yang sedari tadi telah memperbaiki motornya yang tergeletak dipinggir jalan. Kali ini Gita sangat hati-hati menyetir dan sejenak melupakan hayalannya tentang Gio. Sesampainya dirumah Gita langsung mengambil BB yang ada dalam tas kuliahnya untuk memeriksa apakah ada sms atau panggilan dari Gio. Ternyata yang ada hanya foto mereka berdua saja ketika berlibur di pantai. Rasa kesal dan emosi kembali menyelimuti Gita kala itu yang terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Sambil memuku-mukul bantal dan menghentak-hentakkan kakinya dia tengkurap. Itulah ciri-ciri Gita kalau sudah lagi galau. Segera Gita mengirim pesan kepada Gio
“sayang... kemana aja seh?? Aku tau koq, kalo kamu pulang jam 2 hari nih. Apa kamu gak ad pulsa ya sayang? Sms gak dibales, telpon ga pernah lg diangkat L nyebelin tau!! L
5 menit kemudian BB Gita bergetar tanda sms masuk. Secepat kilat ia menyambar BB itu dan membaca sms masuk yang ternyata dari Gio. Gita mulai semangat dan tersenyum senang.
“sayang, jgn marah ya. Aku tadi sibuk ga ad pegang hp.”
“sayang kebiasaan! L”, balas Gita
“besok ga gtu lg koq say”,
“tp syg jgn cuek ama aku. Aku butuh prhatian loh syg! L
“Gita!! Knp sih gak ngerti jga? Gmna mau prhatian? Kita JAUH!!”
L
“LEBIH BAIK KITA PUTUS!! AKU NGERASA GAK COCOK !!”
“Sayang jangan ngomong gtu donk, dikit-dikit blg putus. Aku tuh sayang bgt sm mu tau! Pertahankan hubungan kita sayang...”,
“aku bosan jarak jauh, aku ngerasa kamu juga ga pengertian sm kesibukan aku”
“jujur, aku jg ga mau kita jauh terus, tp kita harus sabar sayang. CINTA BUTUH PENGORBANAN!!”
“Terserah!”,
Seluruh tubuh Gita lemas setelah membaca sms terakhir Gio. Bagai disambar petir disore hari yang lumayan panas bagi warga kota Jakarta. Baginya lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Mencintai pasangan tulus di tempat yang berbeda sangatlah membutuhkan kesabaran, kesetiaan, dan rasa saling percaya. Semua itu sudah dilakukan Gita selama jarak memisahkannya dengan Gio. Rasa sayangnya yang tulus serasa tak terbalaskan dengan ketulusan juga. Pertanyaan bermunculan dalam benak Gita. Apakah Gio telah menemukan yang baru disana? Atau dia emang nggak pernah cinta sama Gita? Apakah karena Gita kurang cantik? Kurang baik? Kurang perhatian??
“Aaaaaaaaa !!!”, teriak Gita dari dalam kamar mandinya
“Gita, ada apa didalam sayang?”, tanya Mama Gita yang buru-buru ke lantai atas tempat kamar Gita, dan mengetuk-ngetuk pintu kamarnya
“Nggak Ma, Gita nggak papah”, isak Gita
“Yakin sayang ?”,
“Iya”,
“Yo wes, kalau udah selesai mandi, langsung makan malam ya Gita”,
“Hmm”, jawab Gita singkat
***
Setelah makan malam Gita kembali ke dalam kamar dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk kuliah alam di Bandung. Setelah semua selesai Gita kembali dengan kegalauannya. Lagu favorit yang pernah dinyanyikannya dengan Gio dulu dipasang di BBnya. Saat reff lagu “A thousand Year” air mata mengalir dari pipinya.
“I have die everyday waiting for you.
Darling don’t be afraid i have love you for a thousand year”,
Drrtt,, drrrtt,, drrrtt. Lagu dari MP3 Gita berhenti karena getaran tanda telepon masuk. Nomor yang baru muncul dilayar handphone itu diangkatnya dengan ragu-ragu.
“Halo, dengan siapa ya”
“Malem, Gita”
“Maaf, anda siapa?”
“Aldo, Git”
“Ya ampun, Aldo yang tadi sore? Aduh, kamu beneran nggak apa-apa kan Do? Aku takut terjadi sesuatu sama kamu loh”,
“Ga usah panik Git, i’m well. Aku Cuma mau telponan sama kamu kok. Aku gak ganggu kan?”,
“Nggak, tenang aja. Btw, dapat nomor aku dari siapa?
“Ada deh, oya, besok kamu ada cara nggak? Aku mau diskusi sama kamu mengenai teknik gambar, bisa Git?
“Oh, mudah-mudahan bisa,”
“Oke, aku tunggu di perpustakaan umum jam 11 ya,”
“Baiklah. See you,”
***
Besok pagi Gita menepati janjinya pada Aldo untuk berdiskusi. Sebenarnya Gita pergi dengan berat hati apalagi Aldo baru aja dikenalnya. Ternyata Aldo sampai lebih dulu daripada Gita.
“Aldo, sorry ya tadi macet”,
No matter Git, okelah kita mulai diskusi aja yuk”,
“Iya, tunggu sebentar ya. Jadi begini Do, ada beberapa teknik dalam membuat bangunan pencakar langit. Teknik gambar dengan dua titik lebih mudah karena...”, Gita menghentikan penjelasannya karena tangan Aldo yang memegang jemarinya dengan lembut. Gita hanya terdiam menatap mata Aldo dengan bibir yang sedikit ternganga. Ternyata Aldo tak memperhatikan Gita menerangkan teori itu namun dari tadi ia memperhatikan waja Gita. Buru-buru Gita menarik tangannya dari genggaman Aldo.
“Git, sebenarnya dari awal kita kuliah, pertama kali melihat kamu, entah kenapa aku merasa jantungku berdegup kencang dan ada keanehan dalam hatiku”,
“Ma.. maksud kamu apa?”, tanya Gita linglung dan salah tingkah sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya nggak gatal
“Entah angin apa yang membawa biji cinta tumbuh di padang gurun dan biji itu disirami hujan yang tiba-tiba turun di padang gurun yang gersang”,
“Haha, gila kamu Do, apaan sih??”, ujar Gita dengan hati yang sebenarnya takut, gelisah, namun tercengang karena Aldo berkata seperti itu.
“Git, aku tak ingin mengatakannya, tapi aku harus jujur kalau sebenarnya aku mencintaimu.”, kata Aldo lagi
“Maaf, Aldo. Sepertinya aku harus pulang. Bye,”. Gita pergi meninggalkan Aldo dengan perasaan sedikit kecewa karena Aldo tak serius dalam diskusi malah menyatakan cinta padanya. Tapi, anehnya kata-kata Aldo selalu terngiang ditelinga Gita. Aneh baginya sebab mereka baru saja bertemu empat mata dan berkenalan secara langsung. Gita memang sedang patah hati, tapi bukan berarti patah tumbuh hilang berganti. Kemana perginya hati Gio? Apa Gita harus merespon Aldo? Tapi sejujurnya ia masih sangat mencintai sosok nun jauh disana. Masih berharap Gio akan segera mengirim pesan atau menelepon untuk minta maaf pada Gita. Ia tak tahan lagi, dan langsung sms duluan.
“Gio sayang..
Dari hati yang paling tulus, aku minta maaf sama kamu
Maaf soal kemarin, aku salah sayang
Aku egois banget L kita jangan putus ya sayang..”
Drrrtt....drrrrrrrrtttt..drrrrrtttt.... Segera Gita mengambil BBnya dan membaca sms masuk yang ternyata dari Aldo.
“Git, sorry soal tadi pagi. Terlalu cepat untuk diungkapkan ya Git? Tapi aku akan menunggu jawaban kamu”,
J Aldo, jujur ya aku saat ini baru putus dari pacarku. Aku baru sakit hati, aku juga belum bisa membuka hati untuk cowok lain. Sorry J”,
            “Aku akan menunggumu sampai hatimu terbuka untukku Git”,
***
"Oh shit !! gila nih cowok. Bayangin aja baru sehari kenal langsung nembak. Oh my God!!”, kata Gita kepada sohib-sohibnya saat dikampus. Gita menceritakan semua masalahnya, Gio, Aldo, semua diceritakan. Solusi dan saran bertubi-tubi diberikan oleh Kristin dan kawan-kawan.
“Sepertinya si Gio itu sudah terlalu !”, ujar Kristin dengan kesalnya
“Kayaknya nggak deh, mungkin dia lagi emosi aja, kalo kamu bujuk pasti Gio mau balikan lagi. Dia orangnya kalo lagi ama teman-teman, lupa pacar. Tapi kalo temannya pergi semua, dia butuh banget sama kamu Git. Dia cinta kok sama kamu, jangan sia-siakan kesetiaannya, walau yang aku liat, dulunya dia playboy yah Git?”, tanya Rianty sembari mengembalikan foto yang diberi Gita padanya untuk konsultasi tentang karakter Gio yang sebenarnya
“Kamu kok tau semuanya sih Ty? Aku juga cinta banget sama dia Ty. Gak ada sedetikpun dipikiranku untuk putus, tau nggak. Tapi emang dia terlalu cepat ngomongnya, gak mikir dulu.. aku sedih banget”, isak Gita sambil bersandar dipundak Rianty
“Udah, jangan nangis donk,” hibur Sandy
“Banyak cowok yang bisa ngasi perhatian dan cinta yang lebih dibandingkan Gio”, tambah Ningsih
“Sebaiknya kamu harus move on, Git. Daripada mikirin dia tapi dia nggak mikirin kamu”, saran Rianty
“Belum bisa Ty”, jawab Gita yang sibuk dengan air matanya
“Coba aja respon Aldo, menurut pandanganku, auranya bagus. Anaknya baik, romantis, penyayang, gak playboy, trus pinter juga”,
“Gak tau deh. Eh, liat nih ada sms dari Aldo”,
“Baca donk”, pinta Sandy
Aku tunggu jawaban kamu hari ini ya Git.. J di depan rumah kamu, aku akan datang jam 8 malam. See you J
Gita dan sohibnya saling bertatapan. Mereka mendukung kalau Gita segera move on dan menerima Aldo menjadi kekasihnya. Malamnya, sebelum Gita keluar untuk menunggu Aldo, ia mencoba menelepon Gio untuk mengetahui kepastian hubungan mereka. Namun sia-sia, nomornya tak aktif, ia langsung mengirim sms kepada Gio untuk meminta maaf lagi. Aldo telah menunggu di depan gerbang rumah Gita dengan membawa setangkai bunga mawar merah yang segar. Dengan ragu dan tanpa pikir panjang Gita menerima bunga itu. Aldo menganggap Gita menerima cintanya ketika Gita menjawab dengan senyuman pertanyaan cinta Aldo. Gita menjalani hubungan dengan Aldo tanpa ada rasa cinta sedikitpun. Seminggu berlalu, Gita mulai belajar jatuh hati pada Aldo disela kegalauannya melupakan Gio. Percuma saja, tak bisa sepenuhnya ia melupakan segala kenangan tentang Gio. Berbeda dengan Gio, Aldo setiap hari menunjukkan rasa sayangnya yang tulus dan perhatian yang tak ada habisnya untuk membuat Gita juga merasakan perasaan yang sama. Pernah suatu malam Gita jalan-jalan dengan Aldo dan Gita memeluknya dari belakang. Malam itu sangat dingin hingga ia memeluk Aldo dengan erat, tapi ketika Gita memejamkan matanya, ia membayangkan kalau yang lagi dipeluknya adalah Gio, bukan Aldo. Sebenarnya tak kuasa lagi Gita menahan kebohongan hatinya. Ia tak mencintai Aldo.
Pukul 03.00 WIB dini hari, Gita sedang mengerjakan tugasnya hingga tak tidur khusus malam ini. Tiba-tiba BBnya bergetar menandakan pesan masuk. Betapa terkejutnya Gita ternyata pesan itu berasal dari Gio.
“Gita, maafkan aku. Selama ini aku gak sadar, akulah yang salah. Maaf”,
Gita sangat senang sebab telah lama menantikan sms Gio dan langsung membalasnya.
“Gio, kemana aja sayang? Aku nunggu kamu lama banget :’)”
“Aku disini selalu mikirin kamu sayang, aku menyesali semua yang aku katakan, aku terlalu cuek sama orang yang sayang sama aku dan aku sayangi. Maaf banget sayang, gak akan pernah terulang lagi semua ini. Dua hari lagi aku datang ke Jakarta untuk temui kamu sayang”,
“Aku maafkan sayang J aku juga kangen kamu... aku nggak bisa tanpa kamu. Aku juga pengen ketemu kamu. Kamu jangan marah-marah lagi ya, jangan bilang putus lagi”,
Sebelum Gita memencet tombol send, ia mulai bimbang. Saat ini ia berstatus pacaran dengan Aldo, namun hatinya masih pada Gio. Ia menunda untuk mengirim sms itu ke Gio dan segera tidur agar kepalanya tidak sakit memikirkan itu semua. Kegalauan antara dua pilihan cinta menghantui pikiran Gita. Pertimbangan-pertimbangan mulai diseleksi oleh Gita. Dia memang bingung, dan sangat bingung. Semua telah terjadi. Aldo telah menjadi kekasihnya walaupun tak pernah ada kata ‘iya’ keluar dari mulutnya. Sementara Gio berjanji mulai berubah dan menyesali perbuatannya. Gio tak tau kalau Gita sudah dicintai pribadi lain dan statusnya diakui berpacaran. Gita sengaja menyembunyikannya dari Gio karena Gio tak perlu tau hubungannya dengan Aldo. Rencananya Gita akan memutuskan hubungannya dengan Aldo. Saat dikampus Gita makan siang bersama Aldo. Kali ini Gita yang biasanya periang dan selalu banyak cerita hanya bisa diam melamuni setiap detik yang dilaluinya bersama Gio dulu.
“Sayang, kok ngelamun terus?,” tanya Aldo
“Ah, nggak koq.. nasi gorengnya enak Do,” jawab Gita
“Hmm,,jangan suka ngelamun, ntar disambar pocong tau rasa,”
“Do, sebaiknya kita udahan aja deh,”
“Uhuk, uhuk!! Apa maksud kamu sayang?,” tanya Aldo sambil menyambar segelas jus yang didepan meja makannya
“Entahlah,” jawab Gita singkat
Gita pergi meninggalkan Aldo dan berlari menuju lapangan bola hijau. Aldo menyusulnya dari belakang dengan membawa motornya.
“Gita, apa sih maksud kamu bilang putus?,”
“Maaf Do, aku nggak pernah mencintaimu. Aku juga nggak pernah mengiyakan pertanyaan kamu waktu nembak aku kan?,”
“Jadi, apa arti semua ini Git?,”
“Aku masih mencintai Gio,”
“Siapa dia? Mantan kamu itu? Jadi kamu belum move on dari dia? Git?,”
Aldo memeluk Gita dari belakang dan tak ingin melepas wanita yang sangat mencintainya. Git, kamu tau kan kalau pacaran jarak jauh itu gak ada yang bisa bertahan lama sayang. Aku disini tulus mencintaimu. Sementara laki-laki itu? Adakah setulus aku?
“Tapi aku gak bisa mencintai kamu, Do. Aldo lepasin tangan kamu dari pinggang aku!,”
“Gak akan Git,”
“Lepasin aku Do!,”
Aldo semakin brutal memeluk Gita dan berusaha menciumnya, namun dari belakang seorang pemuda menarik dan memukul wajah Aldo dengan geramnya.
“Dasar cowok kurang ajar!,”
“Gio?. Kenapa kamu ada disini? Gio hentikan! Jangan pukul dia,”
“Kenapa? Kaget? Aku punya hak melindungi kamu Gita. Aku bohong soal kedatanganku,”. Gio menghujani Aldo dengan pukulan dan tunjangan.
“Hentikan Gio! Aku bilang hentikan!,”
“Oke,”
“Sekarang jelaskan siapa dia? Kenapa dia memeluk kamu seperti itu? Haa?!,”
“Aku Aldo, aku pacarnya,”
“Nggak Gio, nggak kok,”
“Maksud kamu apa Git? Oh, ternyata selama ini kamu pacaran sama aku tapi mantanmu ini masih kamu cintai? Hebat kamu Git! Aku kecewa sama kamu. Makasih untuk semuanya”,
Aldo pergi meninggalkan Gita dan pemuda yang tak dikenalnya itu. Dengan rasa kecewa, marah, belum lagi rasa sakit akibat pukulan Gio yang menghantaminya. Gita dan Gio duduk tanpa ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka selama lebih kurang 30 menit. Akhirnya Gio memulai pembicaraan...
“Gita,”
“Iya,”
“Aku yang salah, aku membuat sakit hatimu. Aku salah besar membiarkan cintamu dan nggak ada respon baik dariku. Aku nggak tau lagi mau bilang apa Git, aku nggak nyangka ada cewek yang mencintaiku setulus cintamu. Aku nyesal sayang,” seru Gio dengan nada memohon
“Gio, baguslah kalau kamu udah sadar. Aku senang. Aku... aku tak pernah mengurangi rasa cintaku sedikitpun dan memberinya untuk yang lain. Karena aku pun nggak bisa semudah itu melakukannya. Aku cuma cinta sama kamu Gio. Semua yang udah kamu lakukan ke aku, udah aku lupain kok. Dan cowok tadi yang selama ini baik sama aku, mengisi hari-hariku saat kamu nggak ada, tapi asal kamu tau, aku selalu membayangkan dia itu kamu, seandainya kamu sebaik dia, cintamu sama besarnya seperti aku juga cinta sama kamu. Walaupun aku selalu bersama dia, aku nggak pernah bisa melepas bayangan kamu. Hiks... kamu seharusnya sadar dari dulu Gio,” ujar Gita disela tangisnya yang menjadi-jadi
“Sayang, jangan nangis. Aku nggak mau liat air mata kamu. Sayang aku mohon, jangan nangis lagi. Aku janji mulai detik ini, aku akan menjadi cowok yang paling mencintaimu. Aku akan selamanya berada disampingmu sayang”,
“Gio, aku kangen, aku sayang sama kamu”, isak Gita sambil memeluk Gio. Gio memeluknya dengan pelukan tulus dan kerinduan yang mendalam.